۩My journaL۩
this site the web

Cinta, Tersenyumlah [ cerpen ]

Langkah-langkah kakinya tiba-tiba terhenti. Kibasan angin dari pengendara motor membuat kerudung panjangnya sedikit tersingkap. Jari-jari putih lentiknya membenahi ujung-ujung kerudung yang ternyata kotor terciprat sisa-sisa air hujan tadi malam, di cekungan jalan aspal. Bukan, bukan kotoran di kerudung yang membuat langkahnya terhenti. Pengendara motor itu yang mencuri perhatiannya. Matanya terkesima. Sepasang kekasih itu seolah mengguncang- guncang pikirannya dan mengetuk-ngetuk bilik kenangan masa lalunya.

Dinding-dinding hatinya berkecamuk. Kenangan-kenangan masa remaja itu bagai angin yang berputar-putar di benaknya. Menyemai keraguan di bathinnya, pantaskah ia menerima lamaran dari seseorang yang setiap desah nafasnya tak pernah putus dari menyebut asma-Nya.
Tertatih ia memasuki kamar kos-nya. Keraguan menyergap-nyergap mata bathinnya, mencongkel-congkel akal sehatnya. Sampai ia berdiri di muka cermin. Sosok tinggi putih berbalut kerudung panjang dan sepotong gamis longgar yang menutupi sekujur tubuhnya hingga mata kaki. Bahkan jari-jari kakinya yang mungil dan bersih tertutupi oleh kaos kaki berwarna coklat lembut.
Tak sanggup ia menahan air mata yang menderas mengaliri pipinya yang kenyal. Sementara bayangan masa lalunya seperti menari-nari di matanya. Detik demi detik bagai pertunjukan slide, terpampang jelas di hadapannya.
Lima tahun yang silam. Saat Cinta berada di gerbang Sekolah Menengah Atas. Percekcokan kedua orang tua yang tak pernah ada habisnya adalah awal dari segalanya.
Cinta terlahir sebagai anak tunggal dari sebuah keluarga berada. Awalnya mereka adalah keluarga bahagia. Tapi entahlah.... .sejak perusahaan ayahnya maju pesat dan ibunya berbisnis berlian, frekuensi pertemuanpun berkurang. Seiring bergulirnya waktu dan bertambahnya ranah rekan dan pergaulan sehingga waktu telah mengubah sekaligus menjadi saksi perdebatan sengit yang kerap mengusung tema WIL (wanita idaman lain) dan PIL (pria idaman lain) diantara kedua orang tuanya.
Mereka tidak pernah menyadari, ternyata selama ini Cinta, anak manis yang cerdas dan berprestasi telah menjadi pendengar setia setiap kali adegan pertengkaran itu terjadi. Biasanya pertengkaran mulut itu akan berakhir setelah salah satu atau keduanya membanting bunga-bunga kristal ke lantai dan kemudian pergi entah kemana.
Cinta hanya mampu memandangi keping-keping kristal yang berserakan di lantai. Seperti biasa, hanya air mata tempat ia mencurahkan semua keperihan hatinya. Beberapa saat kemudian, Teh Elis, pembantu di rumahnya menghampiri.
”Neng, jangan sedih atuh, kan ada Teteh,” kata Elis menghibur dengan gaya sundanya yang kental.
Kalau sudah begitu, Cinta cepat-cepat masuk ke kamar, menumpahkan segala kekecewaannya hingga bantalnya basah penuh dengan air mata.
***

Segunung kecewa bergelayut di muka murung Cinta. Bibirnya yang mungil dan selalu menebar senyum tiba-tiba pasi dan merapat. Dan sebongkah batu menindih lidahnya yang ramah. Cinta berubah menjadi anak yang pendiam dan pemurung di sekolah.
“Cin, elo kenapa sih, cerita dong ma gue?” tanya Heni, temen sekelasnya yang terkenal cuek dan sedikit badung.
“Tumben lo perhatian, biasanya elo care ama cowok-cowok,” kata Cinta santai.
“Jangan gitu dong Cin, gini-gini kan gue juga perempuan, gue juga pernah ngerasain patah hati kok,” katanya PD (percaya diri).
“Emang elo kira gue patah hati, sorry Hen....no ways!” sahut Cinta cuek sambil beranjak pergi meninggalkan Heni yang terpaku sendiri.
“Dasar! Munafik lo,” gerutu Heni sendiri.
***

Siang itu, saat Cinta pulang sekolah. Udara jakarta sangat terik. Di perjalanan, Cinta membayangkan bisa tidur pulas dengan nyaman. Ibu sedang ke luar kota, telinga Cinta bisa istirahat sejenak dari pendengaran pertengkaran- pertengkaran yang Cinta sendiri tak tahu kapan berakhirnya.
Ketika sampai di pintu gerbang rumah. Cinta terperanjat melihat mobil ayahnya telah parkir di garasi. Seingat Cinta pagi-pagi sekali Ayah sudah berangkat ke kantor. Cinta buru-buru masuk ke rumah. Lengang! Tak ada seorangpun di ruang tamu dan ruang keluarga. Cinta beranjak ke dapur.
”Teh, kok Ayah udah pulang, ’mang ada apa?”
”Eh Eneng...aya naon Neng?” tanya Elis gelagapan
”Ayah, kok tumben udah pulang?” tanya Cinta lagi
“Teteh, gak...gak tau Neng,” katanya terbata seperti menyimpan sesuatu
Cinta mengerutkan kening dan berbalik secepat kilat meninggalkan Elis.
Mungkin Ayah capek atau pusing sehingga pulang untuk tidur siang, bathin Cinta sambil berjalan menuju ke kamarnya di lantai atas.
Beberapa menit kemudian.... ...
Braaakkk, terdengar pintu dibanting dan suara langkah kaki beruntun menyertai, terdengar terburu-buru. Selang beberapa saat, terdengar suara deru mobil di garasi. Cinta membuka jendela kamarnya, mengarahkan pandangannya ke bawah, tepat di garasi tempat mobil Ayahnya di parkir.
My God........mata Cinta terbelalak. Ayah bersama seorang wanita yang tidak dikenalnya. Wanita itu terlihat lebih muda dan cantik dibanding ibunya.
Sontak, mata Cinta berkaca-kaca menyaksikan pemandangan barusan. Tangannya mengepal, giginya bergemeretak dan kedua cuping hidungnya kembang kempis.
***

”Hen, pulang sekolah ada acara gak lo?” tanya Cinta saat jam istirahat.
“Kalo gak ada, emang elo ‘mo apa?” Heni balik bertanya
”Temenin gue jalan yuk, gue males pulang.”
“Akh, serius Cin, jangan bercanda lo?” tanya Heni tak percaya
“Sueerr, gimana kalo kita ke mall, sekalian cuci mata.”
”Sip deh, gue setuju. Pake mobil elo apa motor gue?”
”Mobil gue aja ya....”
“Yo’i,” sahut Heni sembari mengerlingkan sebelah matanya tanda setuju.
***

Hari-hari Cinta hampir tak pernah terlewatkan bersama Heni. Cinta dan Heni menjadi dua sahabat karib yang selalu saling mengisi sepi. Belakangan Cinta baru tahu, kalau Heni tinggal di rumah neneknya karena korban perceraiana kedua orang tuanya.
Awalnya mereka hanya menghabiskan waktu ke mall, sembari makan, nongkrong dan melirik kalau-kalau ada pria ganteng. Lama kelamaan bosan menghinggapi keduanya. Mereka-pun mencoba memasuki dunia malam ibukota, ke cafe, diskotik sampai akhirnya sering clubing hingga menjelang dini hari.
Cinta makin tenggelam dalam kehidupan dunia yang melenakan. Gonta ganti pacar sudah menjadi bagian dari hidupnya. Hingga di penghujung SMA, Cinta bertemu dengan seorang pemuda tampan, dewasa dan kharismatisnya merupakan daya tarik tersendiri bagi Cinta. Laki-laki unik yang belum pernah Cinta temui sebelumnya.
Yanova, nama yang unik dan sanggup menggetar-getarkan jiwanya.
Sejak bertemu dengan Yanova, Cinta semakin jarang mengunjungi cafe dan diskotik. Yanova lebih suka bertandang ke rumah Cinta, ngobrol sembari ngemil makanan kecil. Anehnya, Cinta bisa manut dan sangat menikmati kebersamaan dengan Yanova, walaupun hanya sekedar berbincang-bincang di rumahnya.
”Elo, masih SMA atau udah kuliah?” tanya Cinta dengan gayannya yang cuek suatu kali saat Yanova bertandang ke rumahnya.
”Kuliah, baru semester dua,” jawabnya santai
”Owh, elo pasti mahasiswa yang alim ya?” tebak Cinta
“Alim? Gak juga, tapi yang jelas gue berusaha untuk menerapkan apa yang gue tahu dan gue dapet dari agama gue, emang kenapa?” tanyanya balik.
Cinta mengangguk-anggukka n kepalanya, seperti sedang memikirkan sesuatu
“Kok, elo mau deketin cewek brengsek kayak gue? Kan banyak cewek cantik lain yang alim kayak elo.”
“Yang bilang elo brengsek kan elo sendiri, gue gak menilai elo seperti itu. Dan gue gak pernah ngerasa diri gue alim!”
Cinta hanya diam, jawaban lelaki itu membuat Cinta seamakin terpesona.
***

Kehadiran Yanova dalam kehidupan Cinta, pelan-pelan memulihkan kembali semangat belajar Cinta. Apalagi ebtanas tinggal dalam hitungan jari. Cinta mulai fokus mempersiapkan diri dengan belajar lebih tekun. Bahkan Yanova kerap membimbing Cinta menyelesaikan soal-soal latihan untuk ebtanas.
***

Saat hari bahagia itu tiba. Cinta dinyatakan lulus dengan nilai NEM sangat baik. Dan beberapa bulan kemudian, setelah mengikuti serentetan test UMPTN, Cinta-pun diterima di sebuah Perguruan Tinggi Negeri di Bogor.
Cinta merasakan kebahagiaan yang tiada terkira. Tapi, entahlah ia tetap saja merasa ada sesuatu yang membuat kebahagiaannya menjadi kurang lengkap. Ya, laki-laki itu, sudah beberapa bulan ini tak pernah menampakkan batang hidungnya. Kemana Yanova? Apa yang terjadi dengannya? Atau ia sengaja mempermaikan hati Cinta?
Beragam pertanyaan memenuhi benak Cinta. Terlintas rasa sesal. Mengapa ia tidak pernah bertanya dimana rumah lelaki itu? Siapa nama lengkapnya? Atau berapa nomor telponnya? Sehingga ia tidak bingung dan merasa kehilangan seperti sekarang ini.
***

Cinta mulai beradaptasi dengan kehidupan kampus yang terkenal dengan semarak kegiatan keislamannya. Ya, Cinta merasa memasuki sebuah hunian yang sejuk, dimana para mahasiswinya lebih banyak yang mengenakan kerudung. Mereka terkesan ramah dan sangat perduli dengan sesama. Meskipun ada juga yang masih berpenampilan sportif seperti dia, mengenakan celana jeans dan kaos oblong sekenanya jika ke kampus.
Apalagi, kebetulan Cinta menempati rumah kos khusus putri yang sebagian besar mengenakan kerudung. Awalnya Cinta agak risih bergaul dengan mereka. Tapi lama kelamaan Cinta semakin menaruh simpati dengan teman-teman kos yang berkerudung. Karena meskipun Cinta tidak mengenakan kerudung, tapi Cinta tak pernah merasa dibedakan. Justru sebaliknya Cinta merasa sangat dihargai dan diperlakukan seperti saudara sendiri.
Bila hidayah Allah datang, tak satu makhluk pun yang bisa mencegahnya. Cinta mulai tenggelam dalam kegiatan-kegiatan islam di kampusnya dan penampilannya pun berubah seratus delapan puluh derajat.
***

”Assalamu’alaikum,” suara seorang wanita sambil mengetuk pintu kamar kosnya.
Cinta kaget, dan suara itu membuyarkan semua kenangan masa lalu yang berkecibak di benaknya.
”Wa’alaikum salam, masuk aja, gak dikunci kok,” sahut Cinta.
”Cin, lagi ngapain? Ngapain abis nangis ya?” tanya Anis teman satu fakultasnya.
”Akh, enggak Nis.....ada berita apa nih?” tanya Cinta berbasa-basi
”Iya Cin, aku mau nyampein amanah, besok ikhwan itu mau ketemu sama kamu, bisa gak? Lagian udah dua minggu dia nungguin jawaban kamu, bisa ya.....”
”Aku masih ragu Nis...,”
”Apa sih yang bikin kamu ragu, dia udah kerja, mantan aktifis rokhis di kampus kita, klop dong sama kamu, sama aktifisnya maksudku...hehehe. ...”
”Hmmmmm, siapa...siapa namanya Nis?” tanya Cinta sembari mengingat-ingat, keningnya berkerut.
”Panggilannya Chandra, di kartu namanya sih tertulis Chandra. Y, konfirm ya....besok.”
”Tunggu dulu, besok pagi aku sidang skripsi jam 08.00 wib, mungkin sekitar dua jam-an, kalo mau ketemu ba’da zhuhur aja deh, di mushola kampus ya...”
”Ok, ntar aku sampaikan.”
***

Setelah menunaikan sholat zhuhur di mushola kampus, Cinta duduk di samping mushola sambil membaca alqur’an kecil yang tidak pernah ketinggalan di dalam tasnya.
Baru beberapa baris ayat alqur’an yang dilantunkannnya dengan lamat-lamat, tiba-tiba... .
”Assalamu’alaikum ukhti Cinta,” suara seorang laki-laki menyapa disebelahnya
”Wa’alaikum salam,” jawab Cinta, dengan posisi wajah masih tertunduk. Cinta terdiam sejenak, suara barusan, terdengar sangat akrab di telinga Cinta, tapi dimana? Cinta tak mampu mengingatnya.
Tangan lembutnya menutup alqur’an dan memasukkannya ke dalam tasnya. Cinta memalingkan muka ke arah lelaki itu dan bermaksud ingin bertanya siapa dia gerangan...
Deg, Cinta terperangah setelah melihat laki-laki yang ada disampingnya. Lidahnya kelu, tak sanggup berkata-kata. Jantungnya berdebar-debar kencang, raut mukanya serta merta merona merah. Ia serasa berada di dalam mimpi.
”Ukhti Cinta, maaf kalau kehadiran saya mengagetkan ukhti, saya Chandra, Chandra Yanova,” lanjutnya lagi. ”Maaf ukhti, saya pikir sudah cukup waktu dua minggu bagi ukhti untuk memikirkan surat yang pernah saya kirim, bagaimana ukhti?”
Cinta masih diam tertunduk, berusaha untuk menetralisir perasaan groginya.
”Ukhti, ukhti bersedia menjadi isteri saya?” tanya laki-laki itu lugas
Cinta menganguk kuat-kuat sambil memberikan senyum termanisnya. Tanpa ia sadari embun-embun bening berguliran keluar dari pelupuk matanya. Ya, embun yang akan memberikan kesejukan bagi kehidupan mereka kelak.***

Salam Manis-Nani


0 comments:

Post a Comment

 

Cahaya Hati

Apa yang Kita pegang sekarang, itu lah yang kita jaga, walaupun itu sulit. for my best friend you are the best

Usage Policies