۩My journaL۩
this site the web

Mendefinisikan Cinta Melukis Rindu

abrya_dendra

KEMARIN malam, sembari menyimak ritme hujan, aku sibuk menggumam definisi cinta di sela-sela keterjagaan. Tidak berlebihan jika aku berasumsi, rinai hujan minggu dini hari itu begitu menghanyutkan. Dengan tidak sengaja prolog dengan sendirinya mengalir menerjemahkan cinta, sampai aku diantarkan pada titik konklusi yang berkelakar bahwa, cinta bukan berasal dari keinginan hari ini, juga bukan upaya untuk meluruskan kejanggalan tempo lalu, melainkan sebuah perpaduan yang harmonis antara dua masa itu kemudian dengan spontan mendeskripsikan bagaimana hari esok melalui cita dan asa kami yang kolektif.

Cinta tidak melulu berbicara mengenai hati, perhatian serta bagaimana mengungkapkannya. Selalu ada proses yang mengiringinya. Jangan mengeluh jika cinta tiba-tiba fluktuatif, terkadang pasang, namun tidak perlu kaget jika sewaktu-waktu surut. Sejoli manapun sudah barang tentu mengalaminya. Kadang saya sendiri bingung, meretas detik dan memilahnya untuk sekadar menentukan saat dimana paling nyaman untuk melukis rindu. Rindu idealnya menjadi bagian integral paling krusial ketika memaknai cinta. Begitulah aku menyimpulkan. Sementara rindu layaknya cerita, menyimpan sebuah alur.

Aku baru menyadari bahwa cinta juga menyentil perihal hukum kausalitas dan kemanfaatan. Ada hubungan sebab akibat yang melahirkan cinta. Apa yang dipanen hari ini merupakan bibit yang telah ditanam sejak kemarin. Jika hasilnya manis maka hampir pasti bibit yang kita tabur sebelumnya tidak mungkin pahit. Begitu pula sebaliknya. Maka jika kita menginginkan besok yang dipenuhi dengan “kita” , perbincangkanlah hari ini dengan dakwah-dakwah yang kudus perihal “kita”, bukan orang lain . Premisnya, takdir tidak membahasakan kata bias. Kealpaan sekarang adalah kesia-sian kita. Saya jengah jika kamu melaporkan komparasi kita dengan “tetangga”.

Hukum kedua adalah kemanfaatan. Dalam kognisi logika, hubungan dibangun atas dasar teori kegunaan. Hubungan antara dosen-mahasiswa, penjual-pembeli, adik-kakak, orang tua-anak, hingga mengerucut pada hubungan yang lebih intim seperti suami-istri, secara presisi mengandung hukum kemanfaatan. Kedua belah pihak berorientasi sirkuler memberikan manfaat atau kegunaan, tidak mungkin linear. Meskipun secara eksepsional tidak dapat dipungkiri ada credit point yang kentara bagi orangtua-anak, suami-isteri, bahkan pasangan kekasih. Ada ikatan emosi yang membelenggu. Tapi ingatlah, sebuah ikatan bisa erat, dapat pula renggang. Sebetulnya semua tergantung bagaimana kita berupaya mengasah kemanfaatan untuk kemudian mengeratkan ikatan secara periodik. Maka saat ini lah yang tepat untuk kita bertanya, sudah bermanfaatkah aku bagimu kekasihku?

Lalu bagaimana mengeratkan ikatan emosi kita? Aku menyebutnya dengan term: Melukis Rindu. Seperti yang pernah aku tuturkan sebelumnya, bahwa sesungguhnya rindu mengandung alur. Tidak itu saja, rindu tidak tampak, sangat absurd. Kita bisa menentukan rindu melalui skala waktu. Aku bisa saja merindukanmu ketika memelukmu di teras, persis didepan pagar di sudut pojok rumah. Saat itu sambil sesekali melirik ke jalan, mengamati gerak-gerik orang yang berseliweran melintasi rumah. Atau setengah mati gemetar, jika ternyata bangunan kosong di depan rumah sibuk mengamati kita, padahal setiap kali kita berpelukan, rumah itu selalu memergoki. Alur rindu bergerak mundur. Menceritakan kembali pengalaman kemarin yang sudah dilangkahi.

Alur rindu juga bisa maju. Namun muatannya kontradiktif dengan cerita sebelumnya. Lebih monumental, seperti menggugat rutinitas yang hilang. Misal, aku rindu dengan upayamu yang tidak letih mengirim pesan singkat melalui telepon genggam, padahal tidak kunjung memeroleh balasan. Aku rindu dengan kengototanmu mencoba menelepon, meski tidak kunjung mendengar suaraku. Alur rindu seperti bergerak ke belakang, namun sesungguhnya dengan terang-terangan melangkah maju. Merindukan kebiasaan yang pudar.

Keterbatasan kita untuk membahasakan kemudian mengimplementasikan kata sakral tersebut membuat rindu semakin tidak konkret. Tapi saya menilai bahwa keterbatasan itu justru menciptakan kedinamisan. Jangan pernah kamu mengasumsikannya menjadi kelemahan. Hambatan yang kita peroleh selama ini harus dikonversikan menjadi peluang bahkan tantangan, bukan lantas dijadikan lapak perdebatan.

Bukan salah kita, jika kita jauh. Jangan salahkan cinta jika rindu dilukiskan samar-samar. Karena kita akan merindukan masa ini, ketika perahu cinta kita dikayuh untuk menepi, bukan untuk tenggelam.

Pub. Multihunter

0 comments:

Post a Comment

 

Cahaya Hati

Apa yang Kita pegang sekarang, itu lah yang kita jaga, walaupun itu sulit. for my best friend you are the best

Usage Policies